Sabtu, 15 Desember 2012

BAGAN ARTIKEL PENELITIAN DAN NON PENELITIAN


BAGAN ARTIKEL PENELITIAN
                                   


Bagan Artikel Penelitian
                                    Judul
                                    Nama Penulis              Alamat korespondensi
                                                                        Nama lembaga tingkat kerja
                                                                        Alamat lembaga
                                    Sponsor
                                    Abstrak dan Kata kunci
                                    Pendahuluan               Latar belakang
                                                                        Masalah dan wawasan rencana
                                                                        pemecahan masalah
                                                                        Rumusan tujuan penelitian     
                                    Metode                        Bagaimana data dikumpulkan
                                                                        Siapa sumber data
                                                                        Bagaimana data dianalisis
                                    Hasil
                                    Pembahasan                Menjawab masalah penelitian
                                                                        Menafsirkan temuan-temuan
                                                                        Mengintregasikan temuan penelitian
                                                                        Menyusun teori baru
                                    Kesimpulan dan Saran
                                    Daftar Rujukan


Jumat, 14 Desember 2012

PENEMUAN BESAR DI DUNUA



 PENEMU BESAR DI DUNIA

 
1.PENEMU KOMPUTER

Charles Babbage yang lahir 26 Desember 1792, daerah yang sekarang dikenal dengan nama Southwark, London, anak dari Benjamin Babbage, seorang Banker. Kelebihannya dalam matematika sangat menonjol. Saat memasuki Trinity College di Cambridge tahun 1811, dia mendapati bahwa kemampuan matematikanya jauh lebih baik, bahkan daripada tutornya sendiri.seorang matematikawan dari Inggris yang pertama kali mengemukakan gagasan tentang komputer yang dapat diprogram. Sebagian dari mesin yang dikembangkannya kini dapat dilihat di Musium Sains London.

Di usia 20 tahunan Babbage bekerja sebagai seorang ahli matematika terutama dibidang fungsi kalkulus. Tahun 1816, dia terpilih sebagai anggota "Royal Society" (organisasi sains dan akademis independen Inggris Raya, masih aktif hingga kini) dan memainkan peran penting di yayasan "Astronomical Society" (organisasi Astronomi dan geofisika Inggris raya, masih aktif hingga kini) pada tahun 1820. Pada masa ini Babbage mulai tertarik pada mesin hitung, yang berlanjut hingga akhir hayatnya.

Pada masa itu, perhitungan dengan menggunakan tabel matematika sering mengalami kesalahan. Babbage ingin mengembangkan cara melakukan perhitungan secara mekanik, sehingga dapat mengurangi kesalahan perhitungan yang sering dilakukan oleh manusia. Saat itu, Babbage mendapat inspirasi dari perkembangan mesin hitung yang dikerjakan oleh Wilhelm Schickard, Blaise Pascal, dan Gottfried Leibniz. Gagasan awal tentang mesin Babbage ditulis dalam bentuk surat yang ditulisnya kepada Masyarakat Astronomi Kerajaan berjudul "Note on the application of machinery to the computation of astronomical and mathematical tables" ("catatan mengenai penerapan mesin bagi penghitungan tabel astronomis dan matematis") tertanggal 14 Juni 1822.

Tahun 1821 Babbage menciptakan Difference Engine, sebuah mesin yang dapat menyusun Tabel Matematika. Saat melengkapi mesin tersebut di tahun 1832, Babbage mendapatkan ide tentang mesin yang lebih baik, yang akan mampu menyelesaikan tidak hanya satu jenis namun berbagai jenis operasi aritmatika. Mesin ini dinamakan Analytical Engine (1856), yang dimaksudkan sebagai mesin pemanipulasi simbol umum, serta mempunyai beberapa karakteristik dari komputer modern. Diantaranya adalah penggunaan punched card, sebuah unit memori untuk memasukkan angka, dan berbagai elemen dasar komputer lainnya.


KOMPUTER DAN MANAJEMEN




Tugas UAS TIK

KOMPUTER DAN MANAJEMEN


KOMPUTER

Definisi Komputer dari bahasa Latin yaitu “Computer” dan dalam Bahasa Inggris menjadi to Compute ( artinya: Menghitung). Komputer  merupakan suatu alat hitung dengan konstruksi elektronik yang mempunyai tempat penyimpanan (Stroge) dan bekerja dengan system operasi (Operating System) menutup program (Program) yang diberikan kepadanya (Ridwan, 2011).
Komputer pada saat sekarang ini menjadi bagian penting perannya dalam kehidupan manusia baik untuk membantu berbagai aktivitas pekerjaan ataupun untuk multimedia hiburan yang lengkap. Pada saat ini banyak orang telah menggunakan komputer dalam kesehariannya apalagi bila sudah terhubung ke internet pasti lebih betah duduk berlama-lama di depan komputer. Menjelaskan Pengertian Internet dimana komputer adalah hal terpenting karena internet itu merupakan jaringan luas untuk menghubungkan komputer diberbagai tempat dibelahan dunia. Bila sudah terhubung ke internet ataupun jaringan komputer yang lebih kecil yaitu LAN ataupun WAN maka perlu diwaspadai akan adanya perpindahan virus beserta variannya yang bisa merusak sistem komputer yang akan berakibat fatal, untuk itu setiap komputer gunakan antivirus terbaik agar lebih aman dan nyaman dalam menggunakan komputer dan menjelajah didunia maya internet online (Weblog, 2012).

Minggu, 25 November 2012

MAKALAH MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT


MAKALAH MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

Daftar Isi

Daftar Isi .....................................................................................................   1
Bab I Pendahuluan
 1.1 Latar Belakang................................................................................  2         
 1.2 Rumusan Masalah...........................................................................  2
1.3  Tujuan ............................................................................................  2
Bab II  Pembahasan
2.1 Pengertian Manajemen....................................................................   3         
2.2 Pengertian Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat..........   3
2.3 Tujuan Hubungan Sekolah dan Masyarakat....................................  3
2.4 Prinsip-prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat.......................   5
2.5 Teknik-teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat........................   6
2.6 Organisasi Hubungan Sekolah dan Masyarakat ...........................    11.
Bab III  Penutup
3.1 Kesimpulan......................................................................................    15
Daftar Pustaka
...........................................................................................    16

Minggu, 18 November 2012

Makalah Politik Islam, ham, dan demokrasi


 Makalah Politik Islam, ham, dan demokrasi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Politik Islam dapat dimaknai “aktivitas politik sabagian acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok.” Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruhnya pemeluk Islam, namun boleh berasal dari luar komunitas Muslim. Politik Islam, secara substansial, merupakan penghadapan Islam dengan kekuasaan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku politik (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap, perilaku, dan budaya politik yang memakai kata sifat Islam bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.

1.2.  Rumusan Masalah

1)      Apa itu politik, demokrasi dan ham menurut islam ?
2)      Apa saja prinsip-prinsip dasar dan cita-cita polik islam ?
3)      Apa prinsip-prinsip politik luar negri dalam islam ?
4)      Apa hak dan kewajiban asasi manusia menurut ajaran islam ?

1.3.  Tujuan Penulisan Makalah
1)      Untuk mengetahui pengertian politik, demokrasi dan ham menurut islam.
2)      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dan cita-cita polik islam.
3)      Untuk mengetahui prinsip-prinsip politik luar negri dalam islam.
4)      Untuk mengetahui hak dan kewajiban asasi manusia menurut ajaran islam.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1       PENGERTIAN POLITIK ISLAM
Untuk memperoleh pemahaman yang tepat tentang politik secara umum dan politik secara Islam, perlu terlebih dahulu untuk melihat asal-usul dan definisi dari istilah “politik” dan “negara” dalam penggunaan kontemporernya. Kata politik berasal dari bahasa Yunani, polis yang berarti “kota”. Pada era modern, istilah politik berarti “segala aktivitas atau sikap yang bermaksud mengatur kehidupan masyarakat. Di dalamnya, terkandung unsur kekuasaan untuk membuat aturan hukum dan menegakkannya dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan”(Salim, 1994:291)
Sedangkan kata negara, dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan state, yang berasal dari bahasa Latin status, atau stato dalam bahasa Italia, dan etat dalam bahasa Prancis. Menurut Webster’s Dictionary, negara adalah “sejumlah orang yang mendiami secara permanen suatu wilayah tertentu dan diorganisasikan secara politik di bawah suatu pemerintahan yang berdaulat yang hampir sepenuhnya bebas dari pengawasan luar, serta memiliki kekuasaan pemaksa demi mempertahankan keteraturan dalam masyarakat”(Gove, et.al., 1982: 22-28). Dengan demikian, tujuan pendirian negara adalah untuk memelihara dan memaksakan hukum dan ketertiban dalam masyarakat.

1.      Prespektif Al-Qur’an tentang Politik-Pemerintahan
Al-Qur’an, sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, menyediakan suatu dasar yang kokoh dan permanen bagi seluruh prinsip-prinsip etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan ini, termasuk di dalamnya masalah politik. Menurut Asad (1980:1-2), al-Qur’an memberikan suatu jawaban komprehensif untuk persoalan tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dalam rangka penciptaan kehidupan yang seimbang di dunia ini, dengan tujuan akhir kebahagiaan di akhirat kelak.
Selain itu, al-Qur’an memandang kehidupan manusia sebagai suatu keseluruhan yang organik; semua bagian-bagiannya haruslah dibimbing oleh petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah etik dan moral yang bersumber dari wahyu yang terakhir itu.
Untuk menerapkan al-Qur’an dalam kehidupan politik praktis diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam memaknainya agar memperoleh pemahaman yang tepat, karena al-Qur’an tidak menyebutkannya secara eksplisit dalam ayat-ayatnya. Sementara Rasul Allah SAW dalam membangun masyarakat Islam yang berdaulat tidak menentukan bentuk pemerintahan secara spesifik.
            Sejumlah alasan berikut merupakan jawaban atas pilihan sikap al-Qur’an di atas. Pertama, al-Qur’an pada prinsipnya adalah petunjuk etis bagi manusia; ia bukanlah sebuah kitab ilmu politik. Kedua, sudah merupakan suatu kenyataan bahwa institusi-institusi sosio-politik dan organisasi-organisasi manusia selalu berubah dari masa ke masa. Atau, dengan meminjam pendapat Asad (1961:12), diamnya al-Qur’an dalam masalah ini “berarti memberikan sutu jaminan yang sangat esensial dalam menghindari kekutan hukum dan sosial... .”
            Tujuan terpentingal-Qur’an adalah agar nilai-nilai dan perintah-perintah etiknya dijunjung tinggi dan bersifat mengikat atas kegiatan-kegiatan sosio-politik umat manusia. Nilai-nilai ini bertalian secara organik dengan prinsip-prinsip keadilan,persamaan, dan kemerdekaan yang juga menempati posisi sentral dalam ajaran moral al-qur’an. Dari perspektif ini, suatu negara hanyalah dapat dikatakan bercorak Islam manakala keadilan dan lain-lainnya itu benar-benar terwujud di dalamnya, dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan rakyat.
            Oleh karena itu, untuk menegakkan keadilan dan memelihara perdamaian dan ketertiban, Islam tidak diragukan lagi memerlukan suatu organisasi politik. Tapi organisasi politik ini, sebagaimana telah disebut terdahulu, bukanlah suatu kepanjangan(ekstensi) dari Islam; ia hanyalah suatu mesin kekuasaan yang efektifm dan karena itu perlu dan harus ada.
Al-Qur’an tidak membahas secara khusus tentang bentuk negara yang harus diikuti oleh umat Islam. Perhatian utama al-Qur’an ialah agar masyarakat ditegakkan atas keadilan dan moralitas. Maka, atas dasar nilai-nilai etis al-Qur’an itulah bangunan politik Islam wajib ditegakkan. Namun karena al-Qur’an  tidak menegaskan bentuk baku suatu negara, maka model dan struktur ketatanegaraan Islam bukanlah sesuatu yang tidak dapat berybah. Ia senantiasa terikat dengan perubahan, modifikasi, dan perbaikan, serta dinamis seiring dengan tuntutan ruang dan waktu. 

2.      Variasi pandangan umat Islam dalam melihat relasi Islam dan Politik
Secara kategorial, dalam memandang relasi Islam dan politik, para pemikir Muslim terfragmentasi ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok “Islam Politik” (al-Islam al-siyasi), yaitu kelompok yang dengan gigih menginginkandiwujudkannya syariat Islam dalamkehidupan berbangsa dan bernegara melalui pranata negara misalnya, dalam bentuk perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan sebagainya. Masuk dalam kelompok ini adalah Muhammad ‘Abduh, Rasyid Ridha, Hasan al-Banna, dan Abu al-‘Ala al-Maududi.
Kelompok ini berpijak pada 3 prinsip utama, yaitu: (1) politik adalah bagian integral dari Islam, karena itu praktik politik wajib dilakukan oleh setiap orang Islam. Doktrin Islam, bagi para pendukung “Islam politik”, tidak hanya menyediakan visi dan pandangan politik semata, tetapi juga cara-cara bagaimana pemerintah Islam harus dijalankan; (2) Islam politik sudah menjadi anutan mayoritas kaum Muslimin (jama’ah al-muslimin). Karena itu, orang yang tidak masuk dalam komunitas besar Islam (al-sawad al-a’zham) dianggap telah keluar dari komunitas Islam. Bahkan, bisa dinyatakan telah keluar dari zona Islam itu sendiri, yang dalam fikih Islam disebut dengan istilah murtad;(3) Menegakkan jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah).
Kedua, kelompok “moderat” (al-muttawassith) yang berpandangan bahwa hubungab agama dengan politik-kenegaraan adalah relasi etik dan moral. Negara merupakan instrumen politik untuk menegakkan nilai dan akhlak Islam yang bersifat universal. Argumen yang dikemukakan oleh kelompok “Islam moderat” adalah bahwa konsep negara dan pemerintah merupakan bagian dari ijtihad kaum Muslimin, karena Islam tidak menentukan dengan jelas tata-negara dan sistem pemerintahan. Karena itu, bentuk negara bisa republik, monarki, perserikatan, atau bentuk lain. Tokoh-tokoh yang berhaluan demikian antara lain: Ahmad Amin, Muhammad Husein Haikal, Muhammad ‘Imarah, Fazlur Rahman, Robert N. Bellah, Amin Rais, dan Jalaluddin Rahmat(Ghazali, 2002:175)
Ketiga, kelompok “kiri Islam” (al-yasar al-Islami) yang menolak penerapan syariat dan pembentukan negara Islam. Bagi kelompok ini, Islam adalah agama, bukan negara. Lebih lanjut mereka menampik idealisasi politik Nabi SAW di Madinah. Para pemikir yang berada dalam spektrum pemikiran ini, antara lain: ‘Ali ‘Abd al-Raziq, Muhammad Sa’id al-Asymawi, Muhammad Ahmad Khalfallah, Faraj Faudah, dan Abdurrahman Wahid(Khan, 1982:75-76).

Alasan yang dipedomani kelompok ini adalah:
a.       Persoalan politik merupakan persoalan historis, bukan teologis yang harus diyakini oleh setiap individu Muslim. Karena sifatnya yang historis itulah, ia bukan Islam itu sendiri. Islam harus dipisahkan dengan politik. Atau dengan kata lain, Islam tidak mengenal kesatuan doktrin din dan daulah (al-Ashmawy, 1996:17-18). Tujuannya adalah agar tidak terjadi politisasi agama hanya untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu;
b.    Praktik politik bukanlah suatu kewajiban agama yang harus dijjalankan oleh para pemeluknya. Ia hanyalah praktik kehidupan biasa yang para pelakunya bisa salah dan bisa juga benar. Karena itu, praktik politik harus bersifat nir agama untuk menghindari seminimal mungkin terjadinya pendangkalan hakikat Islam ke tingkat yang rendah dan hina, yang disebabkan oleh tindakan politik atas nama agama (bi ism al-din). Sekali lagi, bagi kelompok “kiri Islam”, Islam itu universal, sedangkan praktik politik itu bersifat partikular (al-Ashmawy, 1989:138). Hakikat Islam adalah agama kemanusiaan yang sangat menjunjung tinggi perbedaan. Islam adalah agma yang bersifat terbuka. Islam tidak hanya terbatas pada satu golongan, perhimpunan dan komunitas tertentu saja. Selama seseorang mengucapkan syahadat dan mengimani rukun-rukun Islam, maka selamanya ia menjadi orang Muslim. Orang yang beragama Islam bebas menentukan komunitas-komunitasnya, tokoh-tokohnya, pandangan-pandangan politiknya sendiri, dan lain-lain;
c.       Konsep jihad dalam Islam adalah jihad melawan hawa nafsu. Jika jiwa kita terancam karena adanya suatu peperangan, maka sudah selayaknya kita mempertahankan diri. Islam adalah agama yang mengajarkan cinta kasih, kelembutan, dan persaudaraan. Karena itu, mengobarkan semangat jihad dalam pengertian berperang melawan orang kafir adalah bentuk pelecehan dan pengeringan makna Islam. Alasan ini sekaligus merupakan jawaban dan kritik terhadap pendapat kelompok “Islam politik” (al-Islam al-siyasy).
Timbulnya variasi pemikiran tersebut tidak lepas dari watak Islam yang sangat elastis dan interpretatif. Harus diakui bahwa kaum Muslimin tidak memiliki model “negara Islam”yang jelas dan konkret. Masalah inilah yang pada akhirnya menimbulkan penafsiran beragam, baik terhadap teks agama, maupun terhadap praktik politiknya.
Lebih definitif lagi, keragaman teori politik Islam terjadi karena sebab-sebab berikut. Pertama, belum ada kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan syariat Islam itu. Apakar tema syariat lebih merujuk kepada makna generiknya sebagai jalan hidup (al-sabil, al-sirath) sebagaimana dikonstatir al-Qur’an; atau menunjuk kepada pranata legal yudisial seperti yang ada dalam fikih. Kedua, negara Islam yang didirikan oleh nabi SAW di Madinah yang dipandang ideal ternyata tidak memberikan model yang terperinci, yang bisa dipakai dalam konteks kenergaraan sekarang. Ketiga, belum ada rumusan konseptual yang jelas tentang apa yang dimaksud denga pemerintahan Islam (daulah Islamiyah) itu (Ghazali, 2002:176).
Terkait dengan keragaman sikap umat Islam dalam melihat relasi Islam dan politik, setidaknya ada tiga kelompok yang terlibat dalam pergumulan wacana pemikiran politik ini, sebagaimana diuraikan diatas, yaitu: kelompok “Islam politik”(al-Islam al-siyasy) yang konservatif, kelompok tengah (al-mutawassith) yang moderat, dan kelompok “kiri Islam” (al-yasar al-Islamy) yang liberal-sekular.
Berbeda halnya dengan kelompok “kiri Islam” yang menhendaki pemisahan tegas antara Islam dan politik(fasl al-Islam bi al-siyasah), Muhammad ‘Imarah memiliki pandangan yang lebih moderat. Dia meyakini bahwa Islam terkait dengan politik, tetapi bukan dalam pengertian salah satu ayat Bibel yang berbunyi, “Apa pun milik kaisar, dan apa pun milik Tuhan untuk Tuhan”(Reader to caesar what is his, and render to Jesus whai is his!) (Taufik, 2001:213).
Menurut ‘Imarah, teori politik Islam—yang disepakati para sarjana Muslim—meletakkan politik sebagai persoalan sosial yang profan dalam bingkai prinsip-prinsip agama bagi pengelolaan hidup bermasyarakat, atau ketentuan-ketentuan dasr yang mengatur perilaku manusia dalam kehidupan dan pergaulan denagn sesamanya yang pada gilirannya akan mewarnai pola kehidupan politiknya.
Selanjutnya, untuk menguatkan tesis perihal keterkaitsn Islam dengan politik, ‘Imarah menyitir hadi Nabi SAWberikut:
“Dulu, kepemimpinan(baca: jabatan politik) Ban Israel selalu dipegang para nabi. Kemangkatan seorang nabi itu senantiasa diiringi dengan kedatangan nabi baru. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi sepeninggalanku, tetapi digantikan oleh para khalifah” (HR. Al-Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad).
3. Institusi Kalifah dalam Tradisi Politik Islam
        Khalifah akhir-akhir ini menjadi tema pembicaraan aktual yang ramai dibahas dalam berbagai forum dan kesempatan. Berbagai pembicaraan tersebut berupaya mendiskusikan konsep khalifah dari beragam sudut pandang, tergantung pada motif yang melatarinya.
        Sebagian ahli berpandangan bahwa konsep khalifah tidak memiliki landasan tekstual (nash) yang konklusif dalam Islam. Kekurangan tersebut dapat dilihat dari tidak adanya pembakuan konsep Khalifah yang dapat diberlakukan secara universal (one size fits for all). Memang Al-Qur’an dan hadis secara eksplisit tidak menetapkan sistem dan bentuk institusi khalifah, apalagi struktur organisasi serta landasan filosofisnya.
        Benar, sejak zaman Nabi SAW,masyarakat Muslim sudah terhimpun dalam sebuah organisasi politik bernama negara (Gibb, 1955:4). Sebagai komunitas berdaulat dalam sebuah negara, mereka tentu sudah mengadopsi bentuk tertentu dari institusi khalifah. Hanya saja, pembentukan khlifah saat itu barangkat dari format konsep normatif, tetapi bergerak dalam bentuk praktis historis. Implikasi dari tidak adanya konsep Normatif itu adalah bahwa konsep khalifah akhirnya hanya didasarkan pada serpihan-serpihan ayat Al-Qur’an serta sejumlah hadis saja. Dengan begitu konsep khalifah yang diaktualisasikan hanya mampu menyentuh prinsip-prinsip dasar kelembagaannya saja (al-khalidi, 1980:8).
        Bukti klasik dari tidak adanya rujukan tekstual yang konklusif tersebut adalah bahwa setelah Rosul SAW wafat, para sahabat tidak memperoleh acuan normatif dari Nabi SAW untuk menentukan figur penggantinya sebagai penyelenggara tugas-tugas eksekutif  pemerintahan Madinah. Nabi SAW memang tidak memberikan kriteria untuk calon penggantinya kelak setelah kewafatanna. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk mengangkat pengganti beliau justru diperoleh dari gagasan-gagasan para sahabat, yang kemudian mereka tuangkan dalam bentuk prosedur pengangkatan Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah (pengganti) Nabi.
        Prosedur pemilihan Abu Bakar, yang dikenal deengan bay’at saqifah ini, kemudian ditetapkan oleh kalangan Muslim Sunni sebagai landasan ideal untuk menyelenggarakan suksesi kepemimpinan dalam Islam. Araahli menilai bahwa prosedur pemilihan Abu Bakar merupakan sebuah konsep demokratis, karena didasarkan pada asas kompetisi serta partisipasi publik lewat tiga tahap, yaitu: pencalonan (nomination), kompromi antar kelompok (mutual consultation), dan bay’at (oath of alligiance) (Hamim, 2004: 6-9). Selanjutnya model khlifah yang diteruskan pada masa sahabat Umar bin al-Khaththab sebagai khaliifah, Abu Bakar al-Shiddiq menunjuk sejumlah saahabat (semcam panitia ad-hoc) untuk menentukan personilnya yang telah dipilih oleh abu Bakar RA. Model ini berubah ketika Usman bin Affan menjabat Khalifah, yaitu dengan sistem formatur.
        dalam Hadis Nabi yang terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal yang artinya seperti berikt ini:
Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata:”kita duduk di masjid beserta Rasul Allah SAW, dan Basyir adalah seorang yang mencatat hadis beliau. “Datangglah Abu Tsa’labah al-Khusyani sembari berkata: “wahai Basyir bin Sa’ad, apakah kamu menghafal hadis Rasul Allah SAW tentang para pemimpin?” Hudzaifah menjawab: “Aku menghafal khutbah beliau”. Maka Abu Tsa’labah duduk dan Hudzaifah berujar:  “kenabian ada bersamamu selama Allah menghendaki ia tetap ada. Kemudian jika Allah menghendaki untuk mengangkatnya, maka akan ada khilafah atas menurut metode kenabian. Ia akan ada selama Allah menghendakinya. Selanjutnya, ada sistem kerajaan yang mencengkeram. Ia akan ada selama Allah menghendakinya. Lalu, Allah mengangkatnya, jika Allah menghendakinya. Berikutnya, ada kerajaan yang otoriter. Ia ada selama Allah menghendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Lalu, ada khilafah atas menurut metode kenabian. Lantas beliau diam.
Habib berkata: “ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah dan Yazid bin Nu’am bin Basyir menjadi sahabatnya, aku tuliskan hadis ini mengingatkannya. Aku berkata padanya: “Sesungguhnya aku berharap agar ia menjadi amirul al-mu’minin, yaitu Umar sesudah berlalunya kerajaan yang mencengkeram dan otoriter. Maka aku sampaikan suratku ini kepada Umar bin Abdul Aziz. Ia senang dan mengaguminya.
            Terlihat dari ahdis ini bahwa pemrintahan dalam Islam itu berubah secara dinamissesuai dengan kondisi zamannya.khilafah bukan satu-satunya bentuk pemerintahan yang ada dalam dunia Islam.

Artikel Penelitian Pendidikan

Penelitian merupakan upaya manusia untuk menyelesaikan suatu masalah. Penelitian pendidikan berarti manusia berusaha untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di bidang pendidikan. Disamping itu penelitian pendidikan juga dilakukan bukan karena ada masalah tapi karena timbul rasa ingin tahu terhadap sesuatu baik itu didapat dari pengamatan langsung maupun dari kajian pustaka (buku-buku bacaan).

Mengapa Penelitian pendidikan perlu dilakukan? penelitian pendidikan sangat perlu dilakukan mengingat masih banyak masalah yang dihadapi dalam perkembangan pendidikan. Salah satu yang sangat banyak dan diharuskan oleh setiap pendidik untuk dilakukan adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas).

Penelitian Tindakan Kelas dimaksudkan  untuk memecahkan sebuah masalah yang ditemui dalam proses belajar mengajar dengan maksud memperbaiki mutu pendidikan di kelas tersebut. Jadi PTK hanya fokus dalam ruang lingkup yang relatif, yaitu kelas. Metode pemecahan masalah yang dilakukan dalam kelas tersebut tidak bisa digunakan di tempat lain walaupun dalam ruang lingkup sekolah itu sendiri. Pemecahan masalah hanya bisa dilakukan di kelas tersebut tidak berlaku di kelas lain.

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Usaha peningkatan sumber daya manusia merupakan tanggung jawab pendidikan, baik formal maupun non formal  Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk mempersiapkan atau membekali sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan tuntutan pembangunan bangsa.

Tantangan pembangunan pendidikan di Indonesia sangat kompleks, dari hal-hal yang makro seperti penanggulangan dampak krisis ekonomi yang berkelanjutan, penyelesaian wajib belajar 9 tahun, perluasan broad-based education/life skill, peningkatan pendidikan moral, watak, dan sebagainya sampai hal-hal yang bersifat mikro, seperti ketersediaan kurikulum yang dapat menghasilkan standar nasio-nal dan/atau global, sarana, prasarana, dan sebagainya. Selain itu, tantangan pemba-ngunan pendidikan yang kompleks, baik yang ber-sifat makro maupun mikro, telah ditanggapi oleh pemerintah melalui suatu reformasi dalam berbagai hal di penghujung abad ke-20. Secara umum istilah reformasi dapat diartikan sebagai usaha perubahan untuk memperbaiki keadaan. Refor-masi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke-20 telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru, yaitu otonomisasi dan demokratisasi. Tantangan pendidikan abad ke-21 adalah membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society).